Kamis, 18 April 2013

WORKSHOP ON DEBATING (WOD)


WORKSHOP ON DEBATING (WOD)
           


Lomba debat bahasa inggris sangat signifikan peranannya bagi kualitas pendidikan bangsa, sehingga UKM bahasa asing SAFEL (Student activity of Foreign Language) Universitas Negeri Yogyakarta mengembangkan kegiatan ini melalui acara Workshop on Debating (WOD) yang dilangsungkan pada tanggal 29 - 31 Maret 2013.
WOD ini adalah acara tahunan yang merupakan program kerja dari divisi public Speaking (PS). Sasaran utamanya adalah anggota dari English debate society (EDS) pada khususnya, dan mahsiswa UNY pada umumnya.
Tujuan dari acara ini adalah untuk memberikan pemahaman dasar tentang debat misalnya, how the systems run, how to bill argument and rebuttal, role speakers, dll. Kegiatan ini juga ditujukan untuk mempersiapkan para peserta di lomba debat nasional NNDC (National Newbie Debat Competition) yang akan diselenggarakan di UNY pada bulan Mei mendatang.
Workshop  yang diadakan selama tiga hari ini mulai dengan workshop Asian Parliamentary Debat dan kemudian dilanjutkan dengan debat sebanyak 1 kali. Pada hari ke-2 acara dilanjutkan kembali dengan Asian Parliamentary Debat dan 1 kali grand final. Pada malamnya acara ditutup dengan workshop British Parliamentary Debat untuk persiapan debat pada hari berikutnya. Pada hari terakhir dilanjutkan dengan debat British Parliamentary sebanyak 2 kali dan ditutup dengan 1 kali debat grand final.
Dalam workshop ini, semua peserta diharapkan mampu menjadi seorang adjudicator yang baik, dengan bermodalkan tidak hanya Bahasa Inggris yang baik, namun juga pengetahuan umum tentang segala issue yang sedang terjadi tidak hanya di Indonesia, tapi juga di tingkat dunia. Hal yang tidak kalah pentingnya sebagai seorang adjudicator adalah bagaimana mengamati apa yang dedebatkan oleh debaters sesuai dengan motion yang sudah diberikan, bukan mengamati apa yang ada di pikiran “adjudicator” itu sendiri. Bagaimana para debaters mengidentifikasi key point dari motion yang diberikan, mempertahankan argumennya, ketepatan waktu, merupakan beberapa hal yang menjadi penilaian seorang adjudicator. Team dengan Matter dan manner yang terbaik itulah yang akan menjadi pemenang. Selain pemenang dalam bentuk team, dalam lomba dipilih juga the best speaker.
Dalam memberikan penilain, seorang adjudicator dilengkapi dengan adjudication sheet yang sudah diformat untuk government bench yang terdiri dari opening government dan closing government, serta opposition bench yang terdiri dari opening opposition dan closing opposition. Selain ini, adjudicator juga harus memiliki catatan tentang matter dan “manner” dari masing-masing team, yang akan sangat membantu pada saat penjelasan kepada team, sehingga para debater mengetahui kelemahan dan kelebihan mereka untuk maju ke babak berikutnya. 

By: FOLT Department

Selasa, 02 April 2013

Les Misérables


Berlatar di Prancis abad ke 19, Valjean (Hugh Jackman) seorang mantan narapidana dan orang yang berbahaya, berusaha bertahan hidup di kota yang warganya tidak bisa menerima keberadaannya. Hingga suatu malam ia bertemu dengan Bishop (Colm Wilkinson) dan mengalami sebuah kejadian tak terlupakan yang kelak mengubah hidupnya.

Delapan tahun kemudian, Valjean meraih kesuksesan. Dia berhasil menjadi seorang wali kota dan pemilik sebuah pabrik. Namun, di balik kesuksesannya itu, sesungguhnya Valjean telah lari dari masa percobaannya. Dia pun menjadi buronan yang terus dibuntuti oleh Inspektur Javert (Russell Crowe).

Di pabrik miliknya, Valjean bertemu dengan Fantine (Anne Hathaway), salah seorang pekerja yang dipecat akibat fitnah yang dilontarkan rekan-rekan kerjanya. Perasaan bersalah meliputi Valjean yang kemudian merawat dan membesarkan anak perempuan Fantine, Cosette (Amanda Seyfried). Hidup dalam pelarian, keduanya menemukan beragam peristiwa menegangkan, seperti revolusi yang mempertemukan Cosette dengan Marius (Eddie Redmayne).

Diangkat dari novel setebal 1300 lembar, wajar kalo tema yang disampaikan dalam versi filmnya juga banyak. Mulai dari gap antara kaya dan miskin, revolusi Prancis, sampai cinta terlarang Cossette dan Marius. Dengan tema yang complicated itu, Les Miserables bisa dibilang adalah film yang berat dan agak susah dicerna.

Dalam film berdurasi 158 menit ini, sutradara Tom Hooper berusaha mengangkat emosi penonton dengan pengambilan sudut para pemain dengan teknik super close-up dan memainkan kamera dengan dipegang tangan. Selain menyajikan sebuah drama musikal yang indah, sutradara kelahiran Inggris itu juga berhasil menonjolkan kemampuan Jackman, Crowe, dan Hathaway dalam bermain film musikal. Secara kita tau para pemeran utamanya lebih sering berperan sebagai superhero di film-film mereka sebelumnya.

Film bergenre musikal ini emang beda dari film biasanya. Untuk penggemar film-film musikal bisa dibilang ini film yang sangat bagus dan “wajib tonton”. Tapi buat yang bukan penggemar film musikal, film ini bisa jadi film yang membosankan sekali.! Kok bisa.? Yaiyalah, bayangin aja, hampir semua dialog di film ini dikemas dalam bentuk nyanyian ala teater -_______- “  Tapi, secara keseluruhan, Les Miserables bisa jadi bukti kehebatan Tom Hooper dalam mengolah cerita lama menjadi suatu drama yang keren dan tetap relevan di jaman sekarang.

Jadi, buat yang pengen merasakan sensasi nonton film, nyanyi, dan berpikir dalam satu paket, film ini recommended banget untuk ditonton. Tapi buat yang lagi bosen dan pengen nonton film untuk refreshing aja, mending cari film lain yang lebih ringan biar gak spaneng :P



rizki/CCU-LM

Popular Posts

About Us

Foto saya
Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
"Rule The World Through Language"

Blogger Tricks

Comments

Recent Post